Friday, April 16, 2010

Buat para calon orangtua (dan yg sudah jadi orangtua)

Duhai Bunda, Kasihilah Anakmu
Oleh Hafizah Nur


Pagi itu cerah. Saya sedang menikmati dua jam perjalanan menuju Tokyo.
Di kala orang-orang bergegas berangkat ke kantor atau ke sekolah. Kereta
selalu penuh di saat itu. Tetapi berpergian ke tempat yang cukup jauh
dari tempat saya tinggal selalu membuat anak-anak ceria. Saya pun terbawa ke
alam keceriaan mereka.

Saya duduk di ujung gerbong, tempat untuk orang-orang khusus. Di setiap
kereta di Jepang, ada bangku khusus untuk orang tua, ibu hamil, orang
sakit atau yang cedera berat, dan ibu-ibu yang membawa anak kecil. Suatu
wujud kepedulian pemerintah Jepang terhadap warganya yang lemah. Inilah
tempat favorit saya yang senantiasa membawa dua balita kala berpergian.
Beberapa meter di sebelah kanan saya, duduk juga seorang ibu muda dengan
dua
anak balitanya. Usianya sama dengan usia anak-anak saya. Yang besar
sekitar tiga atau empat tahun, dan yang kecil sekitar satu tahun. Dua anak yang
lucu dan menggemaskan bagi yang melihatnya. Anak pertamanya duduk dengan
manis di samping sang ibu, sedang yang lebih kecil duduk dipangkuan ibunya.

Suasana tenang saat itu, sampai tiba-tiba, "Dame Yo!!"* Suara hardikan
terdengar dari bangku ibu tadi. Saya dan beberapa orang penumpang
menoleh kearahnya. Balita satu tahunnya sedang berusaha memainkan kalung
sang ibu. Mungkin ia bosan dengan perjalanan panjangnya. Anak itu diam
sebentar.

Beberapa saat kemudian kembali mengajak sang ibu bermain. "Dame!! Duduk
yang baik!!" Kali ini suara bentakan lebih keras terdengar.
Sang ibu terlihat lelah dan ingin memejamkan matanya, tetapi terganggu
dengan tingkah sang balita. Kali ini anak itu agak lama menghentikan aksinya. Tapi
kemudian ia kembali berusaha memainkan kalung ibunya. " Naoko chan*, jangan
mengganggu!! !" kali ini sang ibu benar-benar marah. Dengan kasar Ia
meletakkan balitanya di sampingnya, di dekat sang kakak. Anaknya
menangis keras, dan berusaha untuk kembali ke pangkuan ibunya.
Dengan kasar ditepisnya tangan anak itu. Ternyata sang kakak juga
berusaha membantu ibunya dengan menekan tubuh adiknya ke belakang. Tangis anak itu
semakin keras. Tapi sang ibu tetap tak mau mengangkatnya. Dan tak
mencoba menolongnya dari tekanan sang kakak. Lama anak itu menangis, sampai
akhirnya lelah dan tertidur.

Saya menahan nafas selama episode itu berlangsung. Ada rasa nyeri di
dada melihat seorang anak usia satu tahun yang bosan, dan ingin mengajak
main sang ibu, tetapi harus kecewa dengan kekasaran yang diterimanya.
Ah,
seringkali sang anak mendapat perlakuan kasar tersebut? Atau saat itu
adalah situasi khusus yang membuat sang ibu tidak ingin diganggu oleh
tingkah sang anak? Sebagai ibu dari dua anak, saya juga bisa memahami
keletihannya dalam menyiapkan perjalanan dan mengurus anak-anak.
Tetapi memperlakukan anak usia satu tahun dengan sangat kasar adalah satu hal yang tidak bisa saya terima.

Sering juga saya melihat hal-hal semacam itu. Tidak hanya di Jepang, di
Indonesia pun sering saya menyaksikan orang tua yang dengan tega
membentak, mencubit atau memukul anaknya yang masih kecil. Bahkan kadang
kala
hukuman itu tak sebanding dengan kesalahan yang diperbuat sang anak.
Meski pun sang anak sama sekali tidak tahu bahwa itu suatu kesalahan. Di benak
sang anak mungkin hanya ingin bermain atau bereksplorasi.
Sesuatu yang wajar di dunia anak-anak.

catatan:
Dame: jangan
chan: panggilan khas untuk anak-anak

Saya teringat kisah baginda Rasulullah. Ketika beliau sedang menimang
seorang bayi, lalu bayi itu buang air kecil di baju Rosulullah. Dengan
kasar sang ibu mengambil anak itu dari tangan Rosulullah. Ia marah
karena anaknya yang masih bayi mengotori baju Rosulullah dengan najisnya. Saat
itu Rosulullah berkata, "Wahai ibu, Najis anakmu ini mudah untuk
dibersihkan, tetapi kekeruhan jiwanya akibat kekasaranmu sulit untuk
dihilangkan" .

Teringat juga betapa Rasulullah sangat sabar terhadap kedua orang cucu
beliau, Hasan dan Husein. Ketika Rasulullah sholat, dengan sabar beliau
memperlama sujudnya, agar kedua cucunya bisa puas bermain di atas
punggung beliau.

Betapa lembutnya Rasulullah memperlakukan anak-anak. Dan betapa
perhatiannya Rasulullah akan perkembangan jiwa seorang anak. Baginda
Rasulullah tahu, kekasaran seorang ibu kepada anak akan merusak perkembangan
jiwanya.
Mencabut keceriaan anak akan membuat anak menjadi pribadi yang kasar dan berjiwa sempit.

Perkembangan psikologi saat ini juga membuktikan betapa pentingnya
bersikap lembut kepada anak-anak. Kemampuan orang tua dalam memahami
keinginan anak, mengerti emosi apa yang sedang dirasakan anak, dan berusaha
menyenangkan hati anak, berefek positif dalam memupuk kepribadian anak.
Menjadikan anak sebagai seorang yang percaya diri karena merasa diterima oleh lingkungannya.

Semoga banyak orang tua yang semakin menyadari hal ini, agar banyak
anak bisa berkembang sesuai dengan fitrahnya, ceria dan penuh percaya
diri. Menjadi pribadi yang sehat ketika dewasa nanti.

No comments:

Post a Comment